Morfologi tumbuhan diperkenalkan pertama kali oleh ilmuan berkebangsaan Jerman yaitu Johann Wolfgang von Goethe pada tahun 1790.
Sejarah perkembangan morfologi tumbuhan berpusat di Jerman, selain
Goethe tokoh lain yang paling berpengaruh antara lain yaitu: Wilhelm
Hofmeister, Karl von Goebel, Walter Zimmermann, dan Wilhelm Troll.Metode yang digunakan oleh Goethe adalah morfologi komparatif atau tipologi yang berpandangan bahwa meskipun organ pada tumbuhan berbunga menunjukan keragaman, terdapat sebuah bentuk rancangan dasar yang disebut
Bauplan yang mendasari keragaman bentuk tubuh tumbuhan tersebut.Studi morfologi di Jerman melibatkan perbedaan pandangan dan perdebatan
oleh masing-masing ilmuan. Goethe yang hanya bisa menerima konsep jenis
tumbuhan sedangkan Zimmermann yang hanya menerima kelompok secara alami
terbentuk melalui evolusi serta berasal dari nenek moyang yang sama. Pada saat yang sama, Agnes Arber pada tahun 1950 mempublikasikan kelompok alami tumbuhan, yang berangkat dari pandangan bahwa perkembangan tumbuhan akan terjadi terus-menerus.
Sejak pertama kali diperkenalkan oleh Goethe sampai melalui sejarah
perdebatan antar ilmuan, konsep morfologi tumbuhan telah berkembang dan
diterima secara umum bahwa tumbuhan merupakan organisme yang berkembang
melibatkan aspek dasar botani yaitu: morfologi, dimensi, fungsi, dan anatomi; Fungsinya pun berkembang selaras dengan evolusi organisme moyangnya.
Berkas:Urpflanze.png
Urpflanze merupakan konsep tumbuhan moyang yang menggambarkan asal-muasal keberagaman bentuk tumbuhan. Konsep
urpflanze diperkenalkan oleh Goethe melalui publikasinya berjudul
Metamorfosis tumbuhan (bahasa Inggris:
The Metamorphosis of Plants) pada tahun 1978, ide Goethe mengenai konsep
urpflanze
berawal dari sebuah pertanyaan “bagaimana saya dapat mengetahui kalau
suatu bentuk merupakan sebuah tumbuhan kalau itu semua tidak tercipta
dan berasal dari suatu ‘bentuk dasar’ yang sama?”. Pada tahun 1786
sampai 1788 Goethe melakukan perjalanan ke Italia, pada saat itu
pengetahuan tentang tumbuhan dan botani belum begitu menjadi perhatian,
bahkan diabaikan.Perjalanannya ke Italia dilakukan secara bertahap
konsep
urpflanze dikembangkan dan dimodifikasi yang tercatat pada
buku catatannya.Bersamaan dengan perjalanannya ke Ittalia Goethe
mengembangkan dan memodifikasi konsep
urpflanze secara bertahap.Dalam buku catatan perjalanannya, Goethe sendiri berpendapat bahwa tanaman moyang dalam konsep
urpflanze
akan menjadi mahluk paling aneh di dunia, namun dengan model tumbuhan
moyang ini akan mungkin untuk terus menerus tercipta berbagai jenis
tumbuhan yang eksistensinya dapat diterima secara logis; artinya, jika
tumbuhan moyang itu tidak benar benar ada, keberadaanya tetap logis,
karena mereka bukan sekedar imajinasi yang sia-sia, namun merupakan
sebuah proses pencarian kebenaran dan kebutuhan batin.Beberapa teori
botani modern mulai menyetujui konsep pemikiran awal Goethe seperti pada
penemuan dalam studi genetika pada tumbuhan berbunga yang menunjukan,
bahwa tampaknya terdapat suatu gen tunggal yang memicu munculnya bunga.
Penemuan ini dianggap telah mengkonfirmasi teori yang diajukan Goethe,
bahwa organ-organ yang berbeda dalam bunga, seperti kelopak dan benang
sari, dan semua variasi yang terbentuk berada pada satu tema "
Bauplan".
Biologi Molekular
Biologi molekular atau
biologi molekul merupakan salah
satu cabang biologi yang merujuk kepada pengkajian mengenai kehidupan
pada skala molekul.
Ini termasuk penyelidikan tentang interaksi molekul dalam benda hidup
dan kesannya, terutama tentang interaksi berbagai sistem dalam sel,
termasuk interaksi DNA, RNA, dan sintesis protein, dan bagaimana
interaksi tersebut diatur. Bidang ini bertumpang tindih dengan bidang
biologi (dan kimia) lainnya, terutama genetika dan biokimia.
Keterkaitan dengan ilmu hayati "skala-molekul" lainnya
Para
peneliti biologi molekular menggunakan teknik-teknik khusus yang khas
biologi molekular (lihat subbab Teknik di bagian lain artikel), namun
kini semakin memadukan teknik-teknik tersebut dengan teknik dan
gagasan-gagasan dari genetika dan biokimia.
Tidak terdapat lagi garis tegas yang memisahkan disiplin-disiplin ilmu
ini seperti sebelumnya. Secara umum keterkaitan bidang-bidang tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut:
- Biokimia – telaah zat-zat kimia dan proses-proses vital yang berlangsung pada makhluk hidup.
- Genetika – telaah atas efek perbedaan genetik pada makhluk hidup (misalnya telaah mengenai mutan).
- Biologi molekular – telaah dalam skala molekul atas proses replikasi, transkripsi, dan translasi bahan genetik
Semakin banyak bidang biologi lainnya yang memfokuskan diri pada
molekul, baik secara langsung mempelajari interaksi molekular dalam
bidang mereka sendiri seperti pada biologi sel dan biologi perkembangan,
maupun secara tidak langsung (misalnya dengan menggunakan teknik
biologi molekular untuk menyimpulkan ciri-ciri historis populasi atau
spesies) seperti pada genetika populasi dan filogenetika.
Teknik biologi molekular
Kloning ekspresi
Salah satu teknik dasar biologi molekular adalah
kloning ekspresi, yang digunakan misalnya untuk mempelajari fungsi protein.
Pada teknik ini, potongan DNA penyandi protein yang diinginkan
ditransplantasikan ke suatu plasmid (DNA sirkular yang biasanya
ditemukan pada bakteri; dalam teknik ini, plasmid disebut sebagai
vektor ekspresi).
Plasmid
yang telah mengandung potongan DNA yang diinginkan tersebut
kemudian dapat disisipkan ke dalam sel bakteri atau sel hewan.
Penyisipan DNA ke dalam sel bakteri disebut transformasi, dan dapat
dilakukan dengan berbagai metode, termasuk elektroporasi, mikroinjeksi
dan secara kimia. Penyisipan DNA ke dalam sel eukaryota,
misalnya sel hewan, disebut sebagai transfeksi, dan teknik transfeksi
yang dapat dilakukan termasuk transfeksi kalsium fosfat, transfeksi
liposom, dan dengan reagen komersial. DNA dapat pula dimasukkan ke dalam
sel dengan menggunakan virus (disebut transduksi viral).
Setelah penyisipan ke dalam sel, protein yang disandi oleh potongan
DNA tadi dapat diekspresikan oleh sel bersangkutan. Berbagai jenis cara
dapat digunakan untuk membantu ekspresi tersebut agar protein
bersangkutan didapatkan dalam jumlah besar, misalnya
inducible promoter dan
specific cell-signaling factor. Protein dalam jumlah besar tersebut kemudian dapat diekstrak dari sel bakteri atau eukaryota tadi.
Polymerase chain reaction (PCR)
Polymerase chain reaction
("reaksi [be]rantai polimerase", PCR) merupakan teknik yang sangat
berguna dalam membuat salinan DNA.
PCR memungkinkan sejumlah kecil sekuens DNA tertentu disalin (jutaan
kali) untuk diperbanyak (sehingga dapat dianalisis), atau dimodifikasi
secara tertentu. Sebagai contoh, PCR dapat digunakan untuk menambahkan
situs enzim restriksi, atau untuk memutasikan (mengubah) basa tertentu
pada DNA. PCR juga dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan sekuens
DNA tertentu dalam sampel.
PCR memanfaatkan enzim DNA polimerase
yang secara alami memang berperan dalam perbanyakan DNA pada proses
replikasi. Namun demikian, tidak seperti pada organisme hidup, proses
PCR hanya dapat menyalin fragmen pendek DNA, biasanya sampai dengan 10
kb (kb=
kilo base pairs=1.000 pasang basa). Fragmen tersebut dapat berupa suatu gen tunggal, atau hanya bagian dari suatu gen.
Proses
PCR untuk memperbanyak DNA melibatkan serangkaian siklus temperatur
yang berulang dan masing-masing siklus terdiri atas tiga tahapan.
Tahapan yang pertama adalah denaturasi cetakan DNA (
DNA template)
pada temperatur 94-96 °C, yaitu pemisahan utas ganda DNA menjadi dua
utas tunggal. Sesudah itu, dilakukan penurunan temperatur pada tahap
kedua sampai 45-60 °C yang memungkinkan terjadinya penempelan (
annealing) atau hibridisasi antara oligonukleotida
primer dengan utas tunggal cetakan DNA. Primer merupakan
oligonukelotida utas tunggal yang sekuens-nya dirancang komplementer
dengan ujung fragmen DNA yang ingin disalin;
primer menentukan awal dan akhir daerah yang hendak disalin. Tahap yang terakhir adalah tahap ekstensi atau elongasi (
elongation),
yaitu pemanjangan primer menjadi suatu utas DNA baru oleh enzim DNA
polimerase.
Temperatur pada tahap ini bergantung pada jenis DNA polimerase yang
digunakan. Pada akhirnya, satu siklus PCR akan menggandakan jumlah
molekul cetakan DNA atau DNA target, sebab setiap utas baru yang
disintesis akan berperan sebagai cetakan pada siklus selanjutnya.
Elektroforesis gel
Elektroforesis
gel merupakan salah satu teknik utama dalam biologi molekular. Prinsip
dasar teknik ini adalah bahwa DNA, RNA, atau protein dapat dipisahkan
oleh medan listrik. Dalam hal ini, molekul-molekul tersebut dipisahkan
berdasarkan laju perpindahannya oleh gaya gerak listrik
di dalam matriks gel. Laju perpindahan tersebut bergantung pada ukuran
molekul bersangkutan. Elektroforesis gel biasanya dilakukan untuk tujuan
analisis, namun dapat pula digunakan sebagai teknik preparatif untuk
memurnikan molekul sebelum digunakan dalam metode-metode lain seperti
spektrometri massa, PCR, kloning, sekuensing DNA, atau
immuno-blotting yang merupakan metode-metode karakterisasi lebih lanjut.
Gel yang digunakan biasanya merupakan polimer bertautan silang (
crosslinked)
yang porositasnya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Untuk
memisahkan protein atau asam nukleat berukuran kecil (DNA, RNA, atau
oligonukleotida), gel yang digunakan biasanya merupakan gel
poliakrilamida, dibuat dengan konsentrasi berbeda-beda antara akrilamida
dan zat yang memungkinkan pertautan silang (
cross-linker),
menghasilkan jaringan poliakrilamida dengan ukuran rongga berbeda-beda.
Untuk memisahkan asam nukleat yang lebih besar (lebih besar dari
beberapa ratus basa), gel yang digunakan adalah agarosa (dari ekstrak rumput laut) yang sudah dimurnikan.
Dalam proses elektroforesis, sampel molekul ditempatkan ke dalam sumur (
well)
pada gel yang ditempatkan di dalam larutan penyangga, dan listrik
dialirkan kepadanya. Molekul-molekul sampel tersebut akan bergerak di
dalam matriks gel ke arah salah satu kutub listrik sesuai dengan
muatannya. Dalam hal asam nukleat, arah pergerakan adalah menuju
elektrode positif, disebabkan oleh muatan negatif alami pada rangka
gula-fosfat
yang dimilikinya. Untuk menjaga agar laju perpindahan asam nukleat
benar-benar hanya berdasarkan ukuran (yaitu panjangnya), zat seperti
natrium hidroksida atau formamida digunakan untuk menjaga agar asam
nukleat berbentuk lurus. Sementara itu, protein didenaturasi dengan
deterjen (misalnya natrium dodesil sulfat, SDS) untuk membuat protein
tersebut berbentuk lurus dan bermuatan negatif.
Setelah proses elektroforesis selesai, dilakukan proses pewarnaan (
staining) agar molekul sampel yang telah terpisah dapat dilihat. Etidium bromida, perak, atau pewarna "biru Coomassie" (
Coomassie blue)
dapat digunakan untuk keperluan ini. Jika molekul sampel berpendar
dalam sinar ultraviolet (misalnya setelah "diwarnai" dengan etidium
bromida), gel difoto di bawah sinar ultraviolet. Jika molekul sampel
mengandung atom radioaktif, autoradiogram gel tersebut dibuat.
Pita-pita (
band) pada lajur-lajur (
lane) yang berbeda
pada gel akan tampak setelah proses pewarnaan; satu lajur merupakan arah
pergerakan sampel dari "sumur" gel. Pita-pita yang berjarak sama dari
sumur gel pada akhir elektroforesis mengandung molekul-molekul yang
bergerak di dalam gel selama elektroforesis dengan kecepatan yang sama,
yang biasanya berarti bahwa molekul-molekul tersebut berukuran sama.
"Marka" atau penanda (
marker)
yang merupakan campuran molekul dengan ukuran berbeda-beda dapat
digunakan untuk menentukan ukuran molekul dalam pita sampel dengan
meng-elektroforesis marka tersebut pada lajur di gel yang paralel dengan
sampel. Pita-pita pada lajur marka tersebut dapat dibandingkan dengan
pita sampel untuk menentukan ukurannya. Jarak pita dari sumur gel
berbanding terbalik terhadap logaritma ukuran molekul.